Jumat, 28 September 2012

MUHAMMAD ABDUH DAN RASYID RIDHA, AKAL,WAHYU SERTA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM

Tentang,
MUHAMMAD ABDUH DAN RASYID RIDHA, AKAL,WAHYU SERTA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Oleh : ZAINAL MASRI

PENDAHULUAN
 Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha adalah merupakan tokoh pembaharuan dalam berbagai bidang, diantaranya pinkiran beliau ialah mengenai pembaharuan bidang social, agama, budaya dan pendidikan.  lantaran kecerdasan dan kejeniusan pemikiranya tersebut ia dikenal sebagai pembaharuan modren, dari beberapa pemikiran itu ia lebih cendrung menitik beratkan pemikirannya dibidang pendidikan, lantaran beliau menganggap dibidang pendidikan tersebut dia bisa mengembangkan ilmunya.
Muhammad belajar oleh beberapa gurunya diantara gurunya tersebut yang terkenal adalah jamal al-din al-afghani, sejak bertemu dengan beliau Abduh secara pemikiran menjadi berkembang. Lantaran beliau belajar dari gurunya mengenai ilmu filsafat. Dan juga ilmu mantiq dan balagha untuk menambah khazanah keilmuanya. Dan Abduh melihat yang menjadi masalah mengenai pendidikan ialah terjadi proses pembalajaran dokma dan sistim hafalan yang membuat para pelajar menjadi bosan dan tidak rajin lagi untuk belajar.
Sedangkan Abduh merupakan guru dari Rasyid Ridha. Disini Rida banyak menimbah ilmu ke Abduh. Mereka berdua bergerak di bidang pendidikan untuk merealisasikan ilmunya agar tidak terjadi proses pembelajaran dokma dan system hafalan yang klasik.
Maka dari makalah sederhana ini kita lihat pemikiran dua orang tokoh pembaharuan ini mengenai pendidikan. Tentang apa – apa saja yang dia lakukan untuk memperbaiki system pendidikan tersebut.





MUHAMMAD ABDUH DAN RASYID RIDHA, AKAL,WAHYU SERTA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM
A.      Biografi Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh seorang tokoh yang muncul di Mesir pada abad ke 19. Prestasinya tidak bisa begitu saja diabaikan, karena usahanya yang gemilang besar selama hidupnya. Pengaruh yang jelas Nampak dari jasa Syekh Muhammad Abduh dapat dirasakan pada beberapa dasawarsa setelah wafatnya. Sebagian besar negarawan, pendidik dan seniman brelian adalah murid dan pengikut-pengikutnya baik secara langsung maupun tidak. [1]
Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849. Pada tahun 1862 ia belajar agama di masjid syekh Ahmad di thanta. Semula ia sangat engan belajar, tetapi karena dorongan paman ayahnya syekh Darwis Khadar, Abduh akhirnya dapat menyelesaikan pelajaranya di Thanta. Kemudian dia melanjutka pelajaran di Universitas Al-Azhar, dan menamatkanya pada tahun 1877. Ketika di al-Azhar, ia memperoleh pengalaman yang paling berkesan dari gurunya Syekh Hasan Al-Thawil dan Syekh Muhammad Al-Basyuni, masing-masing sebagai guru mantiq dan balagha. Selain itu, ia sempat berkenalan dan menjadi murid jamal al-din al-afghani, ia mempelajari filsafat. Dengan kemampuan intelektualnya, memungkinkan ia menulis diharian Al-Ahram sejak awal didirikan[2]
Dari perjalanan pengalaman yang diperoleh, mendorong Abduh memilih bidang pendidikan sebagai media pengabdian ilmunya dan sekaligus menjadikan pendidikan sebagai tempatnya melontarkan ide-ide pembaharuanya. Dalam melihat dinamika dan wacana yang digagasnya, terlihat demikian jelas pengaruh jamal al-din al-afghani terhadap pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh.[3]
Dinamika ide-ide pembaharuanya yang demikian dinamis seringkali bertentangan dengan kebijakan penguasa pada waktu. Untuk itu, dalam menghembuskan ide-idenya,acap kali Abduh harus berhadapan dengan berbagai fitnahan yang mengakibatkan dia dihukum. Diantara konsekuensi ini dapat dilihat dari kebijakan pemerintah yang menangkap dan membuangnya ke luar negri karena diindikasikan penguasa waktu itu sebagai salah satu tokoh yang ikut dalam revolusi Urabi Pasya pada 1882. Pada tahun 1884, ia dimintak oleh al-afghani untuk dating ke Paris dan bersama-sama menerbitkan majalah al-Urwat al-Wusqa. Pada 1885, ia pergi ke Beirut dan mengajar disana. Akhirnya atas bantuan temanya diantaranya seorang inggris pada tahun 1888 ia kemudian diizinkan pulang kekhairo. Disini ia kemudian di angkat sebagai hakim. Pada tahun 1894, ia menjadi anggota majelis al-A’la al-azhar dan telah banyak memberikan kontribusi bagi pembaharuan dimesir (al-azhar) dan dunia islam pada umumnya.kemudian pada tahun 1899, ia di angkat sebagai mufti mesir dan jabatan ini diemban sampai akhir hayatnya. Ia kemudian meninggal pada tahun 1905 dalam usia lebih kurang  56 tahun.[4]
Semenjak Abduh lahir sampai ia meninggal dunia sangat banyak sekali usaha yang dilakukan oleh Abduh untuk memajukan pemikiran manusia. Kalau dilihat semenjak beliau belajar membaca dan menghafal al-quran dilaksanakan di masjid sekaligus Abduh juga mempelajari ilmu nahwu dan sharaf untuk menambah khazanah keilmuanya. Dengan kecerdasn otaknya, Abduh bisa menghafal al-quran, sehingga beliau dikirimkan oleh orang tuanya untuk sekolah di Thanta. Sebenarnya beliau enggan,tapi lantaran ada dorongan dari paman ayahnya, sehingga beliau mau belajar disana sampai beliau menamatkan pelajarannya disana. Setelah itu belajar di Universitas Al-Azhar dan beliau juga menamatkan pelajaran terebut. Di Al-Azhar beliau bertemu dengan gurunya yaitu Syekh Hasan Al-Thawil dan Syekh Muhammad Al-Basyuni, masing-masing sebagai guru mantiq dan balagha. Dan ditambah lagi ketika beliau bertemu dengan Jamal al-din al- afghani, dari Jamal, Abduh belajar filsafat. terlihat demikian jelas pengaruh jamal al-din al-afghani terhadap pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh. Sehingga abduh dikenal dengan pemikir mondren mengenai pendidikan.
Dalam merealisasikan Idenya, Abduh sering bertentangan dengan pemerintah, sehingga Abduh mendapat fitnahan yang membuat dia dihukum dan lebih ironisnya beliau dibuang ke luar negri karena diindikasikan penguasa waktu itu sebagai salah satu tokoh yang ikut dalam revolusi Urabi Pasya pada 1882.
B.       Pemikiran Abduh Mengenai Posisi Akal dan Wahyu
Kesadaran dan kemunduran umat islam, serta komitmen yang tinggi terhadap pentingnya pembaharuan internal adalah pondasi pemikiran Abduh. Baginya, kemunduran umat islam disebabkan, terutama oleh kejumudan dalam berfikir. Faham kejumudan ini mematikan kegiatan berfikir, mengengkang kreativitas dan mengajurkan kepatuhan mutlak pada penafsiran tradisional (Taklid).[5]
Abduh bermaksud menfsirkan Syariat islam dengan satu cara yang bebas dari pengaruh penafsiran klasik dan berusaha membuktikan bahwa islam dan kebudayaan barat modern tidak bertentangan. Dua diantara fatwa-fatwa populernya ialah memperbolehkan membuat gambar dan patung asalkan tidak menjurus kepada keberhalaan yang menyesatkan. Dan lainya ialah bahwa umat islam diperbolehkan mendepositokan uangnya dengan bunga di bank. Ia juga memperbolehkan umat islam memakai pakaian barat.
Syekh Muhammad Abduh percaya kepada kemampuan akal manusia. Agama hampir saja bertindak sebagai pelengkap dan pembantu Akal. Akal menduduki posisi yang menentukan diatas segala-galanya, islam adalah agama akal dan seluruh dktirin-doktrinya dapat dibuktikan secara logis dan rasional.[6]
Jika dilihat mengapa pembaharuan itu terjadi lantaran Abduh melihat pemikiran umat islam sudah menurun, terutama lantaran umat islam dalam berfikiran jumut. Dan bagi Abduh agr permasalahan itu tidak terjadi maka harus ada gebrakan baru, yaitu berupa membolehkan umat islam untuk melukis dan membuat patung asalkan tidak menganggap patung sebagai tuhan. Sedangkan agama adalah sebagai pelangkap  dan pembantu akal, sementara keilmuan itu bisa dikatakan benar apabila bisa dibuktikan secara ilmiah.



C.      Pemikiran Muhammad Abduh Mengenai Pendidikan
Adapun Tujuan pemikiran Muhammad Abduh sebagaimana dalam tulisanya yang berbunyi ungkapan beliau “Saya melaksanakan dakwah dengan dua tujuan” diantaranya :
1.    Untuk memerdekakan pikiran dari ikatan taklid.
Memahami agama menurut metode kaum salaf sebelum timbulnya perbedaan-perdaan, kembali kepada sumbernya yang pertama, dianugrahkan oleh Allah. Dalam dakwah ini saya berbeda dengan pendapat dua golongan besar yang membentuk ummat kita : kelompok penuntut ilmu agama dan kelompok yang hanya mempelajari kebudayaan modern saat ini.
2.    Untuk mengadakan perbaikan terhadap bahasa Arab.

SEKULARISME DI TURKI





SEKULARISME DI TURKI 
Oleh:Zainal Masri

A.    PENDAHULUAN


            Sekulerisme berarti pemisahan agama dari negara ataupun sebaliknya, yakni pemisahan negara dari agama. Itulah yang terjadi di Negara Turki pada masa pemerintahan Mustafa Kemal atturk.
Musthafa Kemal dilahirkan di Salonika (Greece) pada tahun 1881 yaitu pada salah satu kota di Turki. Ayahnya bernama Ali Rida, seorang pegawai biasa pada salah satu kantor di kota tersebut. Ibunya bernama Zubeyde, seorang wanita yang amat dalam perasaan agamanya.
Dalam pemikiran mustafa kemal, ia dipengaruhi oleh majunya kebudayaan barat, maka ia berpendapa bahwa Turki akan maju jika meniru Barat, maka dari itu Mustafa Kemal mulai memeperjuangkan negara sekuler di Turki.
Tetapi yang dimaksud sekuler yang dimaksud oleh pemakalah bukanlah penghilangan agama dari masyarakat, tetapi menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan.
Maka dari itu pemakalah berharap dengan hadirnya makalah yang memiliki banyak kekurangan ini, kami mencoba merubah pemahaman bahwa penggunaan kata sekularisme tidak hanya berkokonotasi negatif, tetapi juga menimbulkan sesuatu yang sangat bernilai positif.







B.     PEMBAHASAN

1.      Riwayat Hidup Musthafa Kemal (Attaturk).
Musthafa Kemal dilahirkan di Salonika (Greece) pada tahun 1881 yaitu pada salah satu kota di Turki. Ayahnya bernama Ali Rida, seorang pegawai biasa pada salah satu kantor di kota tersebut. Ibunya bernama Zubeyde, seorang wanita yang amat dalam perasaan agamanya[1].
Pada mulanya, ia dimasukkan ibunya ke Madrasah, kemudian dipindahkan ke sekolah Dasar modern. Pada usia 12 tahun, ia memasuki  sekolah menengah militer atas kemauannya sendiri. Pada tahun 1895, Ia melanjutkan pendidikannya ke sekolah militer di Monatsir. Kemudian pada tahun 1899, Ia memasuki Perguruan Tinggi Militer di Istambul dan mendapat diploma pada tahun 1905 dengan pangkat Kapten[2].
2.      Sekularisme di turki
Kemajuan yang dicapai oleh negara-negara Eropa telah membuka mata dan mengejutkan umat islam, sehingga menyadari akan kelemahannya selama ini. Peristiwa yang sangat mengejutkan umat Islam,terutama ketika tentara Napoleon dapat menghancurkan Mesir dalam waktu yang relatif singkat, padahal sebelumnya mesir dikenal sangat kuat.[3] Turki Usmani yang sebahagian daeranya berada di daratan Eropa, banyak pula terpengaruh oleh keadaan ini. Hal ini terlihat dan aksi pembaharuan atau modernisasi yang dilakukah oleb beberapa Sultan dan dinasti itu, sehingga pada akhir abad ke- 19, sudah terdapat tige aliran dalem pembaharuan, yaitu aliran Barat, Islam dan Nasionalisme.
Pada awal abad ke 20 terjadi peristiwa yang sangat memojokkanTurki Usmani, yaitu ketika tentara Turki Usmani bergabung dengan tentara Jerman  dalam  menghadapi tentara sekutu. Tentara Turki dan Jerman mengalami kekelahan, sehingga tentera sekutu dapat memasuki dan menduduki bagian-bagian tertentu dan kota Istambul.            Serangan-serangan itu tampaknya tidak hanya dari tentara sekutu, tetapi juga dari tentara Yunani. Pada situasi seperti itu, muncul Mustafa Kemal untuk menyelamatkan kerajaan Usmani dari kehancuran dan penjajahan Barat. Dengan keberanian yang dimilikinya sebagai pang1ima perang, Turki berhasil memperoleh kemerdekaannya kembali.
Dengan keberhasilan yang dicapai oleh Mustafa Kemal, ia menjadi figur yang populer di waktu itu, sehingga ia mendapat gelar al Ghizy (pahlawan perang),[4] seperti juga digelari Attaturk (bapak Turki). Kesempatan ini dimanfaatkan Mustafa Kemal, sehingga berdirinya Republik Turki tepat tanggal 29 oktober 1923 dan ia sendiri terpi1ih sebagai Presiden pertamanya. momentum ini merupakan awal dari sepak terjangnya, yang kemudian sempat mengejutkan dunia Islam khususnya. Makalah ini akan mengungkapkan tentang negara sekuler Turki yang didirikan Mustafa Kemal, setelah diproklamirkan berdirinya Ropublik Turki. Dasar dari reformasi yang dilakukan Mustafa Kemal adalah sekulerisasi yang Orientasinya kepada Westernisasi. Hal ini terbukti bahwa bentuk negara, hukum, pakaian, tradisi dan kebudayaan, pendidikan semua dicontohnya utuh dari Barat. 
 Dari sinilah Mustafa Kemal memulai reformasi yang mendasarkan sekulerismenya seperti yang terjadi di Eropa, hanya saja seperti yang akan dibicarakan bahwa sekulerisasi yang dilancarkan oleh Mustafa Kemal tidak seratus persen seperti Eropa. Mustafa Kemal melihat bahwa negara Barat begitu cepat mencapai kemajuan setelah mereka melepaskan diri dari agama Kristen. Hanya saja Islam berbeda dengan Kristen, Kristen telah eksis 600 tahun sebelum Islam, namun tidak dapat mengangkat Eropa pada abad pertengahan, sementara agama Islam pernah mengangkat dunia Islam mencapai zaman keemasan pada abad pertengahan, ketika Eropa mundur, pada saat itu terjadi penyimpangan-penyimpangan di dalam Islam dan tindakan beberapa oknum yang mengeksploitasi rakyat atas nama agama sekehendaknya, maka Islam mengalami kemunduran. Sekularisasi yang dijalankan o1eh Mustafa Kemal adalah mengarah  kepada pemisahan mengenai agama dan negara atau sebaliknya, pemerintahan dipisahkan dari agama, dengan ide ini secara bertahap ia berusaha menggeser peranan Islam dalam kehidupan sosial, politik dan kemasyarakatan.                     
Dengan digesernya peranan islam dalam kehidupan sosial masyarakat Turki, bukan berarti Mustafa Kemal tidak memahami agama dan berusaha untuk menghapuskan agama di Turki, tetapi itu merupakan awal upaya untuk merasionalkan dan memberikan interpretasi baru terhadap agama. Niyazi Berkes    menambahkan, bahwa Mustafa Kemal sebenarnya sangat memahami arti dan peranan agama dalam kehidupan masyarakat Turki, terutama pada saat perjuangan merebut kemerdekaan. Ia melihat agama sangat berperan secara spontan delam menggalang uasaha-usaha nasional. Namun pada sisi lain ia  melihat bahaya fanatisme agama serta praktek praktek penyalahgunaan agama yang dilakukan kaum tradisional dan ortodok 1ainnya.  Dalam hal ini, menurut Mustafa Kemal , masyarakat Turki sangat perlu mencontoh Barat[5]. Ide Mustafa Kemal ini banyak diilhami oleh Durkheim, Sebagaimana Durkheim, Mustafa Kemal percaya bahwa negara moderen dapat ditopang oleh agama rakyat. Di sini agama hanya memainkan peranan sekunder atau sampingan dan diturunkan peranannya menjadi ni1ai persona1[6].      
Untuk mewujudkan dan membentuk suatu nergara sekuler, Mustafa Kemal melakukan langkah-langkah yang cukup panjang tetapi pasti. Langkah pertama yang dilakukannya adalah penghapusan jabatan sultan        pada tahun 1922. Penghapusan sultan itu di lakukannya sangat beralasan sekali, seperti yang di tekankan  Harun Nasution bahwa jabatan khalifah dan jabatan sultan dalam sejarah  selalu terpisah yaitu dipegang oleh dua orang.  Khalifah di Baghdad dan sultan di daerah, sementara itu raja turki hanya memegang jabatan Khalifah, yang meliputi jabatan Spritual[7].
Mustafa Kemal mengusulkan menghapus jabatan sultan untuk menghilangkan dualisme dalam memegang kekuasaan duniawi. Usul ini pun akhirnya disetujui oleh Mejelis Nasional Agung. Pada tahun 1923, dengan dukungan Majelis Nasional Agung, diproklamirkan berdirinya republik Turki. Namun demikian, usul dari golongan islam untuk mencantumkan agama negara adalah agama Islam di terima pula oleh Majelis Nasional Agung,  ini berarti bahwa negara yang baru lahir itu belumlah negara sekuler. Langkah selanjutnya yang cukup berani yang di1akukan oleh Mustafa Kemal yaitu menghapus jabatan khalifah pada tahun 1924.
            Ha1 ini di1akukannya juga dalam rangka menghapuskan dualisme dalam pemerintahan. Ide ini sebenarnya mendapat perlawanan yang sengit seka1i di antara anggota Majlis  Nasional Agung,  tetapi akhirnya mendapat persetujuan juga pada 3 maret 1924, dan memaksa Sultan Abdul Majid meninggalkan Turki. Mustafa Kemal masih belum puas dengan hanya penghapusan khalifah saja, maka pada tahun 1928 ia pun berusaha untuk menghapuskan embe1-embe1 Islam sebagai agama negara dan konstitusi 1921[8]. Hal ini pun akhirnya disetujui.
            Sejak saat itu telah jelas sekali sepak terjang Mustafa Kemal dalam rangka menuju ke arah seku1erisasi, dengan memisahkan agama dan negara. Klimaksnya terjadi di tahun 1937, ketika ia memproklamirkan Negara Turki sebagai negara  sekuler. Dalam rangka mewujudkan  ide-idenya, Mustafa Kemal banyak didukung oleh Partai Rakyat Republik (Republican Peoples Party) yang didirikan oleh Mustafa Kemal di awal kesuksesannya sebagai partai tunggal agar  ia dapat mengontrol  secara langsung.[9]              
Dalam kurun waktu lebih kurang 15 tahun yaitu 1922 - 1937, Mustafa Kemal telah melakukan serangkaian kebijaksanaan  yang berbau sekuler dalam rangka reformasinya, antara lain :
1.      Penghapusan Mahkamah syar’iyyah dan mengganti hukum syariah dengan hukum Swiss.       
2.       Penghapusan madrasah-madrasah dan pendidikan agama di sekolah-sekolah   
3.       Penghapusan tekke dan zawiyah (asrama sufi)   
4.       Pelarangan terhadap gerakan tarekat dan kesufian         
5.       Penggantian alfabet Arab dan alfabet Latin dan dilanjutkan dengan penggunaan angka internasional
6.      Pelarangan torhadap penggunaan pakaian tradisional Turki dan keharusan memakai pakaian Eropa[10].

Setidaknya ada enam prinsip yang di pegang oleh Mustafa Kemal dalam rangka mewujudkan reformasinya yaitu :
1. Republikanisme yaitu prinsip pemerintahan konstitusional atas dasar pemilihan. 
2. Nasionalisme yaitu pemerintahan yang didasarkan pada pengembangan kebudayaan kebudayaan nasional yang spesifik dan loyal          
3. Populisme (kerakyatan) pengakuan terhadap martabat rakyat.     
4. etatisme (kenegaraan) negara menjadi penanggung jawab utama dan penyeienggara kemakmuran ekonomi.           
5. Seku1arisme penolakan terhadap hak istimewa agama dan pemisahan agama terhadap kehidupan politik dan kenegaraan           .
6. Reformisme melanjutkankan penerapan hal hal baru dan lebih baik, meski mengorbankan tradisi          

 Enam pninsip ini dimasukkannya ke dalam Undang Undang Dasar baru Turki tahun 1924. Sungguhpun demikian, masih banyak yang mengatakan bahwa seku1eriasi yang dilancarkan Mustafa Kemal bukanlah seku1erisasi yang betul betul murni. Meskipun syari’at tidak lagi dipakai, tidak dicantumkan lagi pendidikan agama dalam kurikulum sekolah, tetapi Republik Turki masih mengurus soal agama melalui Departemen Urusan Agama. Di  samping itu mssih ada fakultas Ilahiyat pada Perguruan Tinggi Negara, yaitu Universitas Istambul.
Sekulerisasi yang di jalankan Mustafa Kemal tidak sampai menhilangkan agama. Sekulerisasinya hanya berpusat pada kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan dalam soal politik. Yang teutama di tentangnya adalah ide negara islam dan pembentukan negara islam. Negara mesti dipisahkan dari agama. Institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik dan pendidikan harus di bebaskan dari kekuasaan syari’at. Negara dalam pada itu menjamin kebebasan beragama bagi rakyatnya.
Faham sekularisme dan sekularisasi yang dijalankan Mustafa kemal bukan tidak mendapat tantangan. Tantangan keras datang dari golongan islam, tetapi dapat ia patahkan.
Dari semenjak timbulnya tiga aliran pembaharuan di turki, golongan barat, golongan islam, dan golongan nasionalis turki, yang mana dari ketiga golongan ini dapat dimenangkan oleh golongan nasionalis. Ide golongan islam yang ingin mempertahankan institusi dan tradisi lama saat dunia timur banyak di pengaruhi oleh ide pembaharuan, tidak akan mendapat  sokongan yang kuat. Demikian juga westernisasi yang ingin meniru barat dan mempertahankan sistem pemerintahan kerajaan Usmani tidak akan bertahan. Tetapi golongan Nasionalis, yang ingin mengdakan pembaharuan atas dasar Nasinonalisme dan peradaban Barat, di ketika itu dunia timur pasti akan memperoleh kemenangan. Keadaan dan situasi zaman itu memang menolong bagi Mustafa Kemal untuk mewujudkan cita-itanya.
Ia meninggal dunia di tahun 1938. Usaha pembaharuan yang dimulai nya diteruskan oleh pengikut-pengikutnya. Tetapi bagaimanapun rasa keagamaan yang mendalam di kalangan rakyat Turki tidak menjadi lemah dengan sekularisasi yang dilakukan oleh Mustafa Kemal dan Pemerintah Nasional Turki. Islam mempunyai akar yang mendalam pada masyarakat Turki, dan payah dipisahkan dari ientitas nasional Turki. Orang Turki merasa dihinakan kalau dikatakan bahwa ia bukan orang islam, tidak mengherankan kalau tidak lama kemudian gerakan ” kembali kepada agama” timbul di Turki.
Sekularisme Mustafa Kemal tidak menghilangkan agama Islam dari masyarakat Turki, dan mustafa kemal memang tidak bemaksud demikian, yang ia maksud ialah menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan.[11]











C.    PENUTUP

Dari makalah yang pemakalah buat, maka kami menyimpulkan beberapa poin penting, yaitu :
1)      Hadirnya mustafa kemal dalam mendirikan negara sekuler, membantu pembaharuan dalam pemerintahan Negara Turki
2)      Negara sekuler yang telah diciptakan oleh Mustafa Kemal, sbetulnya belumlah Negara yang betul- betul sekuler
3)      Sekulerisme yang dimaksud oleh Mustafa Kemal bukanlah menghilangkan Agama Islam dari masyarakat, tetapi menghilangkan kekuasaan Agama dari masyarakat.










Daftar Pustaka

1.      Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, ( Bulan Bintang : Jakarta, 1991)
2.      H.A.R Gibb, The encyclopedia of  islam, (New Edisi, vol 1, Leiden, 1960)
3.      Niyazi Berkes, Negara Sekularisme di Turki, (University Press,1964)
4.      Serif Mordin, agama dan politik dalam negara turki modern, (Yayasan Obor Indonesia:  Jakarta, 1985)


                                                         


_________________



[1] H.A.R.Gibb, The Encyclopedia of Islam, New Edisi, Vol.1, Leiden, 1934.
[2] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, (PT.Bulan Bintang : Jakarta, 1991)  Hal. 143
[3], ibid, hal.29
[4] A. Syafi’i anwar, Kamalisme dan Islam Sebuah Kaledoskop, Ulumul Qur’an, 1989
[5] Nirazi Berkes, The Development of Secularism in Turkey, (Montre McGill University, 1964)  hal. 13
[6] Serif Mardin, Agama dan Politik dalam Negara Turki Moderen, (Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 1985), h. 225.
[7] Harun Nasution, Op.Cit., Hal. 150
[8] Nirazi Berkes, Ibit., h. 482 dan 495.
[9] A. Syafi’i anwar, opcit, hal 86
[10] Abkhatur sukardi, Sekularisme Upaya Pemsihan Agama dari Negara, (Pustaka Al-kautsar; jakarta,1993) hal. 191
[11] Harun Nasution,  Opcit, hal 153 - 154

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH

-->
Disusun oleh: Zainal Masri

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH

A. PENDAHULUAN

            Dinasti bani umayyah adalah sebuah rezim pemerintahan Islam yang berada di bawah kekuasaan keluarga umayyah yang berlangasung dari tahun 661 sampai dengan tahun 750 M. Pendiri dinasti ini adalah Muawiyah (661-680), putra Abu Sufyan yang pernah menentang Rasulullah SAW, tetapi kemudian masuk Islam setelah kota Mekah ditakhlukkan oleh pasukan Islam dari Madinah. Pada mulanya, Muawiyah adalah gubernur Syria yang berkedudukan di Damaskus. Ia memberontak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, hingga Ali wafat dibunuh oleh orang Khawarij.

            Pengikut Ali kemudian mengangkat Hasan, putra sulung Ali bin Abi Thalib, sebagai khalifah baru, tetapi hasan tidak ingin berkonflik dengan Muawiyah, lalu mengikat perjanjian damai dengan pihak Muawiyah yang pada akhirnya Muawiyah menjadi penguasa tunggal masyarakat Muslim waktu itu. Keluarga Hasan hidup mengasingkan diri sebagai orang biasa, tatapi kaum Umayyah terus memburunya dan pada akhirnya hasan wafat karena diracun. Muawiyah Ibn Abi Sufyan memindahkan ibukota Negara deri Madinah ke Damaskus, Syria, tempat ia berkuasa tatkala menjadi gubernur. Ia juga mengganti system pemerintahan dari system demokrasi ke system monarki. )
            Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun). Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsure kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah. Umayyah berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. )
Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam pada masa ini berjalan seperti di zaman permulaan Islam, hanya ada sedikit peningkatan sesuai dengan perkembangan Daulah Islamiyah sendiri. Faktor yang menyebabkan kurang pesatnya perkembangan ilmu-ilmu pada zaman ini salah satunya adalah faktor pemerintahan bani Umayyah yang lebih suka pada membangun kekuatan pemerintahan/politik yang cenderung otoriter.




B. PEMBAHASAN

1.     Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah

            Pada zaman ini masjid menjadi semacam lembaga sebagai pusat kehidupan dan kegiatan ilmu terutama ilmu-ilmu agama. Seorang ustadz duduk dalam masjid dan murid duduk di sekelilingnya mendengarkan pelajarannya. Kadang dalam satu masjid terdapat beberapa halaqoh dengan ustadz dan pelajaran berbeda-beda. Kadang pula ustadz menggunakan rumahnya untuk mengajar. Pada zaman ini belum ada sekolah atau gedung khusus sebagai tempat belajar.

            Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentralisasi,. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
            Pada masa khalifah-khalifah Rasyidin dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama Islam. Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tingginya gurunya ulama yang dalam ilmunya dan masyhur ke’aliman dan kesalehannya.
Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjid pada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.

Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:

a. Belajar membaca dan menulis
b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya
c. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya.

Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-Qur’an dan tafsirannya.
b. Hadis dan mengumpulkannya.
c. Fiqh (tasri’).
Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:

1)     Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Hadist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2)     Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.



Pada zaman bani Umayyah gerakan sejarah menghasilkan tarikh yang terbagi dalam dua bidang besar :
1.     Tarikh Islam, yaitu tarikh kaum muslimin dengan segala perjuangannya, riwayat hidup pemimpin-pemimpin mereka. Sumber tarikh dalam bidang ini adalah dari amal perbuatan mereka sendiri.
2.     Tarikh umum, yaitu tarikh bangsa-bangsa lain yang dipelajari dan disalin dengan sungguh-sungguh sejan zaman bani Umayyah. Hal ini karena kholifah mereka termasuk orang-orang yang paling gemar untuk mengetahui orang-orang ternama dari tarikh bangsa lain.
3.      Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, shorof, dan lain-lain.
Ilmu Nahwu, yaitu ilmu tentang perubahan bunyi pada kata-kata yang terdapat di dalam Al-Qur'an.Pengarang ilmu nahwu yang pertama dan membukukannya seperti halnya sekarang, yaitu Abu Aswad Ad-Dualy . Beliau belajar dari Ali bin Abi Thalib sehingga ada ahli sejarah yang mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah Bapak Ilmu Nahwu.

4.     Bidang filsafat
Filsafat muncul di akhir zaman bani Umayyah untuk melawan pemikiran Yahudi dan Nasrani. Pemikiran teologis dari agama Kristen sudah berkembang lebih dulu sebelum datangnya Islam dan masuk ke lingkungan Islam secara sengaja untuk merusak akidah Islam. Karena itu timbul dalam Islam pemikiran yang bersifat teologis untuk menolak ajaran-ajaran teologis dari agama Kristen yang kemudian disebut Ilmu Kalam. Ilmu kalam dalam perkembangannya menjadi ilmu khusus yang membahas tentang berbagai macam pola pemikiran yang berbeda dari ajaran Islam sendiri, karena dalam Al-Qur'an terdapat banyak ayat yang memerintahkan untuk membaca, berfikir, menggunakan akal dan sebagainya yang kesemuanya mendorong umat Islam, terutama para ahlinya untuk berfikir mengenai segala sesuatu guna mendapatkan kebenaran dan kebijaksanaan.

5.     Ilmu-ilmu yang di salin dari bahasa Asing ke dalam bahasa Arab dan di sempurnakan untuk kepentingan keilmuan umat Islam dikelompokan dalam Al-Ulumud Dakhilah yang terdiri dari :

Ø  Ilmu Kimia. Khalifah Yazid bin Yazid bin Mua'wiyah adalah yang menyuruh penerjemahannya ke dalam bahsa Arab.Beliau mendatangkan beberapa orang Romawi yang bermukim di Mesir, di antaranya Maryanis seorang pendeta yang mengajarkan ilmu kimia. Penerjemahan ke dalam bahasa Arab dilakukan oleh Isthafun.
Ø  Ilmu Bintang. Masih dalam masa Kholid bin Walid, beliau sangat menggemari ilmu ini sehingga dikeluarkan sejumlah uang untuk mempelajari dan membeli alat-alatnya. Karena gemarnya setiap akan pergi ke medan perang selalu dibawanya ahli ilmu bintang.
Ø  Ilmu Kedokteran. Penduduk Syam di jaman ini telah banyak menyalin bermacam ilmu ke dalam bahasa Arab seperti ilmu-ilmu kedokteran, mislanya karanganm Qis Ahrun dalam bahasa Suryani yang disalin ke dalam bahasa Arab oleh Masajuwaihi.

Pola pendidikan pada periode Bani Umayyah telah berkembang jika dilihat dari aspek pengajarannya, walaupun sistemnya masih sama seperti pada masa Nabi dan khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Negara. )

  Madrasah/Universitas Pada Masa Bani Umayyah

Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut:Di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz). Di kota Basrah dan Kufah (Irak). Di kota Damsyik dan Palestina (Syam). Di kota Fistat (Mesir).

Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:

a.      Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
b.     Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka

c.       Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.

d.     Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.

e.      Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.

f.      Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.

Pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain ( Rihlah Ilmiyah) untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam. )


3. Tokoh-Tokoh Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah


Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.

a.      Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah.
Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat,karena banyak orang-orang yahudi dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij
b.     Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan guru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Sebagian sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang.
Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist)

c.      Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid.
Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.

d.      Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710).
Sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 79\04/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia. )

C. ANALISIS
Nilai-nilai yang masih actual dan up to date untuk diaplikasikan pada system pendidikan saat ini adalah :
a.Adanya TPA yang didirikan atau diadakan dirumah ustadz/h TPA yang mengajar
b. Adanya pertukaran pelajar sehingga tidak hanya belajar pada satu lembaga.
c. Adanya madrasah-madrasah pendidikan di pusat-pusat kota sebagai sarana pendidikan.
d. Penyediaan sarana prasarana pendidikan dari pemerintah sebagai fasilitas yang mendukung kemajuan pendidikan serta agar para guru melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta melakukan kaderisasi ilmu.
e. Penerjemahan buku-buku atau ilmu-ilmu dari bahasa asing ke bahasa nasional dan disempurnakan untuk kepentingan keilmuan islam.

KESIMPULAN
Dari pembahasan dan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.     Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentralisasi,. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir).
2.      Pada masa Umayyah telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama Islam. Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tingginya gurunya ulama yang dalam ilmunya dan masyhur ke’aliman dan kesalehannya.
3.     Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu.
4.     Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam pada masa ini berjalan seperti di zaman permulaan Islam, hanya ada sedikit peningkatan sesuai dengan perkembangan Daulah Islamiyah sendiri. Faktor yang menyebabkan kurang pesatnya perkembangan ilmu-ilmu pada zaman ini salah satunya adalah faktor pemerintahan bani Umayyah yang lebih suka pada membangun kekuatan pemerintahan/politik yang cenderung otoriter.




REFERENSI

http://fadhilmunawwarmanshur.blogspot.com

http://jackbana.blogspot.com/2009/10/pendidikan-islam-pada-masa-bani-umayyah.html

http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1752