Jumat, 28 September 2012

MUHAMMAD ABDUH DAN RASYID RIDHA, AKAL,WAHYU SERTA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM

Tentang,
MUHAMMAD ABDUH DAN RASYID RIDHA, AKAL,WAHYU SERTA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Oleh : ZAINAL MASRI

PENDAHULUAN
 Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha adalah merupakan tokoh pembaharuan dalam berbagai bidang, diantaranya pinkiran beliau ialah mengenai pembaharuan bidang social, agama, budaya dan pendidikan.  lantaran kecerdasan dan kejeniusan pemikiranya tersebut ia dikenal sebagai pembaharuan modren, dari beberapa pemikiran itu ia lebih cendrung menitik beratkan pemikirannya dibidang pendidikan, lantaran beliau menganggap dibidang pendidikan tersebut dia bisa mengembangkan ilmunya.
Muhammad belajar oleh beberapa gurunya diantara gurunya tersebut yang terkenal adalah jamal al-din al-afghani, sejak bertemu dengan beliau Abduh secara pemikiran menjadi berkembang. Lantaran beliau belajar dari gurunya mengenai ilmu filsafat. Dan juga ilmu mantiq dan balagha untuk menambah khazanah keilmuanya. Dan Abduh melihat yang menjadi masalah mengenai pendidikan ialah terjadi proses pembalajaran dokma dan sistim hafalan yang membuat para pelajar menjadi bosan dan tidak rajin lagi untuk belajar.
Sedangkan Abduh merupakan guru dari Rasyid Ridha. Disini Rida banyak menimbah ilmu ke Abduh. Mereka berdua bergerak di bidang pendidikan untuk merealisasikan ilmunya agar tidak terjadi proses pembelajaran dokma dan system hafalan yang klasik.
Maka dari makalah sederhana ini kita lihat pemikiran dua orang tokoh pembaharuan ini mengenai pendidikan. Tentang apa – apa saja yang dia lakukan untuk memperbaiki system pendidikan tersebut.





MUHAMMAD ABDUH DAN RASYID RIDHA, AKAL,WAHYU SERTA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM
A.      Biografi Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh seorang tokoh yang muncul di Mesir pada abad ke 19. Prestasinya tidak bisa begitu saja diabaikan, karena usahanya yang gemilang besar selama hidupnya. Pengaruh yang jelas Nampak dari jasa Syekh Muhammad Abduh dapat dirasakan pada beberapa dasawarsa setelah wafatnya. Sebagian besar negarawan, pendidik dan seniman brelian adalah murid dan pengikut-pengikutnya baik secara langsung maupun tidak. [1]
Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849. Pada tahun 1862 ia belajar agama di masjid syekh Ahmad di thanta. Semula ia sangat engan belajar, tetapi karena dorongan paman ayahnya syekh Darwis Khadar, Abduh akhirnya dapat menyelesaikan pelajaranya di Thanta. Kemudian dia melanjutka pelajaran di Universitas Al-Azhar, dan menamatkanya pada tahun 1877. Ketika di al-Azhar, ia memperoleh pengalaman yang paling berkesan dari gurunya Syekh Hasan Al-Thawil dan Syekh Muhammad Al-Basyuni, masing-masing sebagai guru mantiq dan balagha. Selain itu, ia sempat berkenalan dan menjadi murid jamal al-din al-afghani, ia mempelajari filsafat. Dengan kemampuan intelektualnya, memungkinkan ia menulis diharian Al-Ahram sejak awal didirikan[2]
Dari perjalanan pengalaman yang diperoleh, mendorong Abduh memilih bidang pendidikan sebagai media pengabdian ilmunya dan sekaligus menjadikan pendidikan sebagai tempatnya melontarkan ide-ide pembaharuanya. Dalam melihat dinamika dan wacana yang digagasnya, terlihat demikian jelas pengaruh jamal al-din al-afghani terhadap pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh.[3]
Dinamika ide-ide pembaharuanya yang demikian dinamis seringkali bertentangan dengan kebijakan penguasa pada waktu. Untuk itu, dalam menghembuskan ide-idenya,acap kali Abduh harus berhadapan dengan berbagai fitnahan yang mengakibatkan dia dihukum. Diantara konsekuensi ini dapat dilihat dari kebijakan pemerintah yang menangkap dan membuangnya ke luar negri karena diindikasikan penguasa waktu itu sebagai salah satu tokoh yang ikut dalam revolusi Urabi Pasya pada 1882. Pada tahun 1884, ia dimintak oleh al-afghani untuk dating ke Paris dan bersama-sama menerbitkan majalah al-Urwat al-Wusqa. Pada 1885, ia pergi ke Beirut dan mengajar disana. Akhirnya atas bantuan temanya diantaranya seorang inggris pada tahun 1888 ia kemudian diizinkan pulang kekhairo. Disini ia kemudian di angkat sebagai hakim. Pada tahun 1894, ia menjadi anggota majelis al-A’la al-azhar dan telah banyak memberikan kontribusi bagi pembaharuan dimesir (al-azhar) dan dunia islam pada umumnya.kemudian pada tahun 1899, ia di angkat sebagai mufti mesir dan jabatan ini diemban sampai akhir hayatnya. Ia kemudian meninggal pada tahun 1905 dalam usia lebih kurang  56 tahun.[4]
Semenjak Abduh lahir sampai ia meninggal dunia sangat banyak sekali usaha yang dilakukan oleh Abduh untuk memajukan pemikiran manusia. Kalau dilihat semenjak beliau belajar membaca dan menghafal al-quran dilaksanakan di masjid sekaligus Abduh juga mempelajari ilmu nahwu dan sharaf untuk menambah khazanah keilmuanya. Dengan kecerdasn otaknya, Abduh bisa menghafal al-quran, sehingga beliau dikirimkan oleh orang tuanya untuk sekolah di Thanta. Sebenarnya beliau enggan,tapi lantaran ada dorongan dari paman ayahnya, sehingga beliau mau belajar disana sampai beliau menamatkan pelajarannya disana. Setelah itu belajar di Universitas Al-Azhar dan beliau juga menamatkan pelajaran terebut. Di Al-Azhar beliau bertemu dengan gurunya yaitu Syekh Hasan Al-Thawil dan Syekh Muhammad Al-Basyuni, masing-masing sebagai guru mantiq dan balagha. Dan ditambah lagi ketika beliau bertemu dengan Jamal al-din al- afghani, dari Jamal, Abduh belajar filsafat. terlihat demikian jelas pengaruh jamal al-din al-afghani terhadap pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh. Sehingga abduh dikenal dengan pemikir mondren mengenai pendidikan.
Dalam merealisasikan Idenya, Abduh sering bertentangan dengan pemerintah, sehingga Abduh mendapat fitnahan yang membuat dia dihukum dan lebih ironisnya beliau dibuang ke luar negri karena diindikasikan penguasa waktu itu sebagai salah satu tokoh yang ikut dalam revolusi Urabi Pasya pada 1882.
B.       Pemikiran Abduh Mengenai Posisi Akal dan Wahyu
Kesadaran dan kemunduran umat islam, serta komitmen yang tinggi terhadap pentingnya pembaharuan internal adalah pondasi pemikiran Abduh. Baginya, kemunduran umat islam disebabkan, terutama oleh kejumudan dalam berfikir. Faham kejumudan ini mematikan kegiatan berfikir, mengengkang kreativitas dan mengajurkan kepatuhan mutlak pada penafsiran tradisional (Taklid).[5]
Abduh bermaksud menfsirkan Syariat islam dengan satu cara yang bebas dari pengaruh penafsiran klasik dan berusaha membuktikan bahwa islam dan kebudayaan barat modern tidak bertentangan. Dua diantara fatwa-fatwa populernya ialah memperbolehkan membuat gambar dan patung asalkan tidak menjurus kepada keberhalaan yang menyesatkan. Dan lainya ialah bahwa umat islam diperbolehkan mendepositokan uangnya dengan bunga di bank. Ia juga memperbolehkan umat islam memakai pakaian barat.
Syekh Muhammad Abduh percaya kepada kemampuan akal manusia. Agama hampir saja bertindak sebagai pelengkap dan pembantu Akal. Akal menduduki posisi yang menentukan diatas segala-galanya, islam adalah agama akal dan seluruh dktirin-doktrinya dapat dibuktikan secara logis dan rasional.[6]
Jika dilihat mengapa pembaharuan itu terjadi lantaran Abduh melihat pemikiran umat islam sudah menurun, terutama lantaran umat islam dalam berfikiran jumut. Dan bagi Abduh agr permasalahan itu tidak terjadi maka harus ada gebrakan baru, yaitu berupa membolehkan umat islam untuk melukis dan membuat patung asalkan tidak menganggap patung sebagai tuhan. Sedangkan agama adalah sebagai pelangkap  dan pembantu akal, sementara keilmuan itu bisa dikatakan benar apabila bisa dibuktikan secara ilmiah.



C.      Pemikiran Muhammad Abduh Mengenai Pendidikan
Adapun Tujuan pemikiran Muhammad Abduh sebagaimana dalam tulisanya yang berbunyi ungkapan beliau “Saya melaksanakan dakwah dengan dua tujuan” diantaranya :
1.    Untuk memerdekakan pikiran dari ikatan taklid.
Memahami agama menurut metode kaum salaf sebelum timbulnya perbedaan-perdaan, kembali kepada sumbernya yang pertama, dianugrahkan oleh Allah. Dalam dakwah ini saya berbeda dengan pendapat dua golongan besar yang membentuk ummat kita : kelompok penuntut ilmu agama dan kelompok yang hanya mempelajari kebudayaan modern saat ini.
2.    Untuk mengadakan perbaikan terhadap bahasa Arab.

2 komentar:

  1. buat makalah kok gak lengkap sih?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya,, mungkin sebagian teks x hilang,, tpi jika kurang cari aja tambahannya,, :)

      Hapus