Jumat, 28 September 2012

MUHAMMAD NATSIR, AHMAD SYAFI’I MA’ARIF, DAN AMIN RAIS TENTANG ISLAM, POLITIK, DAN KENEGARAAN_PPMDI




NAMA: Zainal Masri
Mahasiswa STAIN Batusangkar


MUHAMMAD NATSIR, AHMAD SYAFI’I MA’ARIF, DAN AMIN RAIS TENTANG ISLAM, POLITIK, DAN KENEGARAAN
A.  PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang mengajarkan pandangan hidup bagi seluruh umat manusia yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, material dan spiritual dan lain- lain. Sarana untuk menjadikan manusia sebagai makhluk yang menjalankan perannya sebagai khalifah dibumi adalah melalui pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam.
Pada masyarakat kita sekarang timbul berbagai corak dalam pengamalan ajaran Islam serta pengetahuan terhadap politik dan masalah kenegaraan masih rendah. Banyak tokoh- tokoh yang akan mencoba memberikan gambaran mengenai hal tersebut diantaranya Muhammad Natsir, Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Amin Rais. Di dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang Islam, politik dan masalah kenegaraan.

B.  Muhammad Natsir, Ahmad Syafi’i Ma’arif, Dan Amin Rais tentang Islam, Politik, dan Kenegaraan.
1.    Muhammad Natsir
a.    Riwayat Hidup Muhammad Natsir
Muhammad Natsir lahir di jembatan berukir, Alahan Panjang. Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada hari Jum’at 17 Juli 1908. Ibunya bernama Khadijah, sedangkan ayahnya bernama Muhammad Idris Sutan Saripado, seorang pegawai rendah yang pernah menjadi juru tulis pada kantor kontroler di Maninjau. Ia  memiliki tiga saudara kandung bernama Yukinah, Rubiah, dan Yohanusun.
Riwayat pendidikan Muhammad Natsir dimulai di sekolah rakyat (SR) di Maninjau, Sumatera Barat hingga kelas dua. Sekolah ini merupakan sekolah swasta yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Ketika ayahnya pindah ke Bekeru, ia tinggal bersama pamannya di Padang dan mengikuti pendidikan formal HIS (Hollandsch Inlandschs School), Adabiyah, suatu sekolah yang dikelola oleh Abdullah Ahmad dengan system pendidikan mengacu pada sekolah Belanda yang dilengkapi dengan pelajaran Agama Islam. Ketika lima bulan ia dipindahkan HIS Negri di Solok . selain belajar formal ia juga mengikuti pelajaran di sore hari untuk mendalami pengetahuan agama di Madrasah Diniyah dan malam harinya belajar al-Qur’an sekaligus mempelajari bahasa Arab di Surau.
Ketika menamatkan pendidikan HIS di Padang, ia melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi yaitu MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dengan mendapatkan beasiswa dari Belanda. [1]
Dengan berdirinya beberapa organisasi kepemudaan seperti Jong Sumatera (Pemuda Sumatera) dan Jong Islamieten Bond (Perserikatan Pemuda Islam) wadah ini dimanfaatkan oleh Muhammad Natsir sebagai tempat berhimpun dan berlatih mempersiapkan diri sebagai calon pemimpin bangsa di kemudian hari.
Aktivitas Natsir berkembang ketika ia menjadi siswa di Algememe Midelbare School (AMS) di Bandung. Di kota ini ia mempelajari agama secara mendalam serta berkecimpung dalam bidang politik, dakwah dan pendidikan.
Adapun karir politik pasca kemerdekaan diawali sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang berlangsung dari tahun 1945- 1946. Kemudian menjadi mentri Penerangan Republik Indonesia pada kabinet Syahrir ke-1 dan ke-2 serta kabinet Hatta ke-1. Di tahun 1949-1958 ia diangkat menjadi ketua Masyumi, hingga partai dibubarkan. Puncak karir Natsir memuncak ketika ia diangkat menjadi sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia (1950-1951).  Dan tahun 1955 ia terpilih menjadi anggota Dewan perwakilan Rakyat (DPR) dan  tahun 1956-1957 ia menjadi anggota Konstituante Indonesia.





b.   Ide Pemikiran Muhammad Natsir
Adapun pemikiran Muhammad Natsir dalam bidang pendidikan ialah:
1)   Tentang peran dan fungsi pendidikan
Dalam hubungan ini Muhammad natsir membentuk enam rumusan yaitu:
a)   Pendidikan harus berperan sebagai sarana untuk memimpin dan membimbing agar manusia yang dikenakan sasaran pendidikan tersebut dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani secara sempurna.
b)   Pendidikan harus diarahkan untuk menjadikan anak didik yang memiliki sifat kemanusian dan mencapai akhlakul karimah yang sempurna.
c)   Sarana harus berperan sebagai sarana untuk menghasilkan manusia yang jujur dan benar
d)  Pendidikan agar berperan bahwa manusia dapat mencapai tujuan hidupnya yaitu menjadi hamba Allah SWT.
e)   Pendidikan harus menjadikan manusia yang dalam segala perilaku  harus berinteraksi vertical dan horizontalnya selalu menjadi rahmat bagi seluruh alam
f)    Pendidikan harus benar- benar mendorog sifat kesempurnaan. [2]

2)   Tentang Tujuan Pendidikan Islam
Menurut M. Natsir tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah merealisasikan idealitas islam yang pada intinya adalah menghasilkan manusia yang berperilaku islami, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati. Ketaatan kepada Allah mengandung makna menyerahkan diri kepada Allah dan menjadikan manusia menghambakan diri hanya kepada- Nya. [3]
3)   Tentang Dasar Pendidikan
Pentingnya tauhid sebagai dasar pendidikan, menurut M. Natsir yaitu berhubungan erat dengan akhlak yang mulia. Tauhid dapat terlihat manifestasinya pada kepribadian yang mulia seperti yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan yaitu: pribadi yang memiliki keikhlasan, kejujuran, kemandirian, dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas atau kewajiban yang diyakini kebenarannya.[4]
4)   Tentang Ideologi dan Pendekatan dalam Pendidikan
Menurut M.  Ntasir dalam pendidikan tidak ada dikotomi antara pendidikan agama dengan pendidikan umum, keduanya memiliki keseimbangan dan keterpaduan. [5]
5)   Tentang Fungsi Bahasa Asing
Menurut M. Natsir bahwa bahasa Asing amat besar peranannya dalam mendukung kemajuan dan kecerdasan bangsa. Natsir selalu ingat ucapan Dr. G. Drewes yang menyatakan bahwa hanya dengan mengetahui salah satu bahasa Eropa, yang terutama bahasa Belanda, masyarakat bumi putra dapat mencapai kamajuan dan kemerdekaan pikiran.[6]
6)   Tentang Keteladan Guru
Menurut DR. G.J. Nieuwenhuis sebagaimana dikutip oleh natsir bahwa suatu bangsa tidak akan maju sebelum adanya guru yang mau berkorban untuk kemajuan bangsa tersebut.[7]

Tentang Islam menurut M. Natsir agama Islam adalah agama universal yang menata seluruh mekanisme kehidupan termasuk masalah Negara. Dan tentang kepala Negara menurut Natsir tidak ada penyebutan secara spesifik  harus terpaku istilah Islam klasik yaitu khalifah. Baginya kepala Negara bisa khalifah, amirul mu’minin dan presiden.

Muhammad Natsir mengemukakan bahwa kemajuan Islam jangan disamakan dengan Barat dalam segala segi. Yang dinamakan kemajuan ialah berhimpunnya atau berharmonisnya kejayaan dunia dan kemenagan akhirat.ia berkata: “baik di Barat ataupun di Timur, kita menuju keridhaan Allah”.[8]
Mengenai kedaulatan Negara Natsir mengungkapkan istilah teo-demokrasi, yaitu: demokrasi yang tidak hampa dari nilai- nilai ketuhanan, atau demokrasi yang tidak terceraidari nilai- nilai ketuhanan. Demokrasi dalam Islam memberi kepada rakyat hak untuk mengecam, memperingatkan dan membetulkan pemerintah yang salah. Ia mengemukakan bahwa Negara ini hanyalah alat bukan tujuan. Semua perintah Islam tidak akan berarti tidak disertai dengan alat tersebut. Oleh sebab itu masalah politik atau kenegaraan merupakan bagian dari Islam yang  tujuannya adalah kesempurnaan undang- undang ilahi baik yang berkenaan kehidupan manusia sendiri maupun sebagai anggota masyarakat. Ia juga menyebutkan syarat- syarat yang harus dilihat dari  seorang pemimpin atau kepala Negara yaitu:
a.       Agamanya
b.      Sifat atau tabiatnya
c.       Akhlak dan kecakapannya
d.      Bukan semata- mata bangsa dan keturunannya belaka.[9]
Adapun tentang politik dalam menangani dan mengatur masalah- masalah politik umat diantara prinsip yang penting yang harus diikuti dan dihormati menurutnya adalah prinsip syura.
2.    Ahmad Syafi’i Ma’arif
a.    Riwayat Hidup Ahmad Syafi’i Ma’arif
Lahir di Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat, 31 Mei 1935 adalah mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah., yang juga dikenal sebagai seorang tokoh dan ilmuan yang mempunyai komitmen kebangsaan yang kuat.
Sejak kecil ia hidup dalam lingkungan keislaman yang kental. Lulus dari Ibtidaiyah Sumpur Kudus, lalu ia melanjutkan ke Madrasah Muallim Lintau. Kemudian pindah ke Yogjakarta, lalu ia melanjutkan pendidikn menengahnya di Mualimin Muhammadiyah.dan melanjutkan ke Fakultas Hukum Universitas Cokrominoto, Solo, hingga memperoleh gelar sarjana muda.Setamat dari Fakultas Hukum  ia melanjutkan pendidikannya di IKIP Yogjakarta dan memperoleh gelar sarjana sejarah. Lalu ia melanjutkan program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, Amerika Serikat. Sementara gelar doktornya diperoleh dari program studi bahasa dan peraaban timur dekat, Universitas Chicago, amerika serikat. Dengan disertasinya : Islam As The Basis Of State: A Study Of The Islamic Political Ideal As Reflected In The  Constituent Assembly Debates in Indonesia.
b.      Ide Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif
Menurut Ahmad syafi’I ma’arif  dalam bukunya yang berjudul “Mencari Autensitas” menyatakan tentang Islam: agama pembebasan dan pencerahan”. Dinyatakan bahwa baik bukti al-qur’an maupun pengalaman sejarah umat periode awal di bawah pimpinan Nabi Muhammad dan Khulafaurrasyidin, dakwah islam memag bertujuan untuk memebaskan dan mencerahkan. Pembebasan dan pencerahan apa?. Menurutnya pembebasan itu haruslah bebas dari kepercayaan dan komitmen yang dapat  mencemari dan meruntuhkan bangunan fitrah manusia. Seperti penghambaan terhadap benda, kekuasaan dan segala sesuatu yang dapat merintangi manusia untuk menjadi ulu-al adab atau homo sapiens dalam maknanya yang murni. Untuk memberikan kearah tujuan inilah sebenarnya proses pencerahan itu perlu dilakukan terus- menerus dilakukan melalui pendidikan dan perenungan yang medalam dengan al- Qur’an sebagai petunjuk jalan yang utama.
Islam menurut Syafi’i Ma’arif yaitu sumber utama dan al-Qur’an adalah kitab suci untuk memandang dunia secara jelas sebagai pedoman dan acuan tertinggi. Adapun posisi perempuan dalam politik menurutnya adalah masalah kepemimpinan perempuan berdasarkan QS. Al- Hujurat :13 artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ayat ini menjelaskan tentang terbukanya pintu kemuliaan disisi Allah untuk mereka yang paling bertaqwa baik laki- laki maupun perempuan. Dan pemimpin perempuan yang ideal itu harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut : memiliki kemampuan prima, bermoral dan berumur 40 tahun dan syarat lain adalah di penuhi izin dari suami. [10]
Adapun politik yang dipakai pada saat ini adalah system politik demokrasi. Tujuan dari penciptaan suatu Negara adalah untuk memelihara keamanan dan  integritas Negara, menjaga hukum dan ketertiban dan untuk memajukan Negara sehingga individu dapat merealisasikan seluruh potensinya.
Syafi’I Ma’arif memiliki prinsip bahwa pluralism harus terus dijaga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pluralism menunjukkan kemajuan suatu bangsa. Syafi’i menilai bahwa pluralism menunjukkan tingkat intelektualisme si suatu bangsa. [11]
3.    Amin Rais
a.    Riwayat Hidup Amin Rais
Muhammad Amin Rais selain sebagai tokoh salah satu pembaharuan pemikiran islam, juga merupakan tokoh politik yang kini menjadi figure publik di Negara Republik Indonesia. Amin Rais dilahirkAN DI Solo, Jawa Tengah pada tanggal 26 April 1944, ayahnya bernama Suhud Rais yang merupakan tokoh Muhammadiyah Surakarta dan sebagai kepala kantor Pendidikan Agama Departemen Agama Surakarta. Ibunya bernama Sudalmiyah sebagai guru.
Muhammad Amin Rais dibesarkan dan tumbuh dilingkungan Muhammadiyah dan menerima pendidikan formalnya di Muhammadiyah. Ia mengawali pendidikan Dasar Muhammadiyah di Solo tamat tahun 1956, selanjutnya SMP Muhammadiyah Solo tamat 1959, keudian SMA Muhammadiyah Solo tahun 1962. Ketika hendak melanjutkan Perguruan Tinggi, ayahnya menghendaki Amin Rais melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi Agama. Tapi Amin Rais memilih ke Fakultas Ilmu Sosial Politik UGM dan tamat 1968. Dan kemudian ia dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana di University of Natre Dame, Indian dan selesai tahun 1974. Selanjutnya ia mengikuti Program Doktor di Political Science, University of Chicago., dengan mengambil spesialisasi dibidang Politik Timur Tengah dan selesai tahun 1984. Disertasinya “The Moeslim Brotherhood in Egypt, it Rice, Demise, and Resurgence     (Organisasi Ikhwanul Muslim di Mesir, kelahiran, keruntuhan dan kebangkitan kembali).
Amin Rais mengawali karirnya sebagai dosen pada Fakultas Ilmu Social Politik UGM  tahun 1969. Tugas menjadi dosen ditinggalkan sesaat ketika beliau melanjutkan studinya di luar negeri. [12]
b.   Ide Pemikiran Amin Rais
Menurut Amin Rais, apabila berbicara masalah pembaharuan dalam Islam atau mungkin pembaharuan pemahaman dalam Islam itu terjadi akibat timbulnya degenerasi umat Islam dalam segala bidang, khususnya bidan akidah. Degenerasi pada bidang akidah membawa pada kehancuran dalam berbagai bidang kehidupan kaum muslimin yang pada gilirannya melahirkan degenerasi sosio- moral, sosio-politik dan lain- lain. Oleh karena itu, pembaharuan pemikiran islam itu diperlukan untuk menghentikan degenerasi tersebut dan untuk menutup atau mempersempit kesenjangan antara ideal Islam dan historical Islam, yaitu antara islam dalam teori dan islam dalam praktek.
Mengenai sistem politik Islam ia menuliskan sebuah buku yang berjudul Pemerintahan Islam dan Islam Dalam Pembaharuan.  Menurutnya Islam tidak pernah membicarakan masalah bentuk Negara yang harus dibangun  oleh kaum muslimin. Bagi Islam yang penting  substansi atau isi , biasa saja suatu Negara berbentuk demokrasi tetapi bersubstansi otoriter dan tidak terdapat suatu perintah untuk mendirikan Negara Islam. Menurutnya bahwa Islam dan pancasila tidak bertentangan.
Tentang Islam, menurutnya dalam Islam tidak ada sekulerisme, pendapat ini bertentangan dengan pendapat Nurcholis Majid yang menyatakan dalam Islam perlu sekulerisme.  Pada umumnya gerakan kebangkitan Islam selalu berorientasi ke depan, sadar  terhadap masalah- masalah yang muncul dalam konteks  modernisasi dan memahami sepenuhnya tantangan- tantangan tentang akibat kemajuan ilmu dan teknologi. Adapun perujukannya pada Al-Qur’an dan Hadist disertai dengan interpretasi  yang kreatif dan inovatif.
Dengan demikian Amin Rais merupakan figure atau tokoh pemikiran modern dan sekaligus merupakan negarawan yang memiliki keberanian yang luar biasa mendobrak kekuatan orde baru.
Pemikiran Amin Rais yang perlu menjadi bahan renungan bagi umat Islam adalah harus menepati  keyakinan, kebenaran  dan kemurnian akidah Islam, dengan tidak lagi mencapuradukkan akidah dan penyakit syirik. Dengan memurnikan akidah, maka akan tertanam pada jiwa umat Islam iman yang sebenarnya pada Allah sehingga akan memencarkan aktivitas kehidupan yang dinamis. [13]








C.  PENUTUP
Kesimpulan
Dari ketiga tokoh- tokoh pembaharuan dalam islam yaitu Muhammad Natsir, Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Amin Rais dapat diambil kesimpulan bahwa:
a.       Islam adalah agama universal yang menata seluruh mekanisme kehidupan termasuk masalah Negara. Dan Islam itu sempurna, karena Islam juga meliputi bidang politik, sehingga terjadi kesatuan antara agama dengan politik dalam Islam. Dan Islam tidak hanya sebatas ritual peribadatannya saja tetapi harus juga direalisasikan dalam Negara atau tidak hanya mengetahuai  teori tetapi juga harus mempraktekkannya.
b.      Masalah Negara , Islam tidak pernah membicarakan masalah bentuk Negara yang harus dibangun oleh kaum muslimin yang penting substandi atau isi dalam merealisasikan pelaksanaan Islam.
c.       Dalam politik, menggunakan system demokrasi dalam Islam ialah memberi kepada rakyat hak untuk mengecam, memperingatkan dan membetulkan pemerintah yang salah. Tujuaannya agar memelihara keamanan dan  integritas Negara, menjaga hukum dan ketertiban dan untuk memajukan Negara sehingga individu dapat merealisasikan seluruh potensinya.













DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, 2005, Tokoh- Tokoh Pembaharuan Pendidikan islam Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ahmad Taufik,2005, Sejarah Pemikiran dan Tokoh modernis Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Deliar Noer, 1980, Gerakan Modren Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Ramayulis, 2010, Ensiklopedi Tokoh pendidikan islam, Jakarta:  PT. Ciputat Press Grup. 
http://melayuonline.com/ind/personage/dig/246/17-11-2011.

http://guruilmu.wordpress.com/2011/02/15/mendudukan-pluralisme-agama-pemikiran-ahmad-syafii-maarif/17-11-2011.


       [1] Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam,( Jakarta:  Ciputat Press Grup, 2010) h. 273
[2] Abuddin Nata, Tokoh- Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005) h. 81.
[3] Ibid.h. 82-83.
[4] Ibid.h. 85.
[5] Ibid. h. 87
[6] Ibid.h. 89.
[7] Ibid.h. 92.
             [8] Deliar Noer, Gerakan Modren Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1980 )h. 310-311
[9] Ibid. h.310
[10] http://melayuonline.com/ind/personage/dig/246/17-11-2011.
[11] http://guruilmu.wordpress.com/2011/02/15/mendudukan-pluralisme-agama-pemikiran-ahmad-syafii-maarif/17-11-2011.
[12] Ahmad Taufik, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernis Islam,(Jakarta:  Raja Grafindo Persada, 2005) hal 168-169
[13] Ibid, h. 170-172.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar